Antara Kawasan Pedestrian dan PKL
Studi di Kawasan Labschool Rawamangun
Abstrak
Tulisan ini ingin menjelaskan mengenai pengalihfungsian kawasan pedestrian yang terjadi di kawasan labschool rawamangun. Dalam hal ini, trotoar sebagai kawasan pedestrian yang diperuntukkan bagi pejalan kaki telah beralih fungsi menjadi tempat berjualan para PKL. Hal ini kemudian menyebabkan semakin sempitnya lahan trotoar bagi para pejalan kaki. Lahan di daerah perkotaan merupakan sesuatu yang sangat penting alih fungsi lahan membuat ruang yang ada didalamnya menjadi hal yang berusaha untuk didapatkan oleh setiap orang yang berada didalamnya. Sehingga setiap orang berusaha untuk mendapatkan ruang bagi dirinya sendiri. Untuk itu, pada trotoar yang menjadi pembahasan tulisan ini baik para pejalan kaki maupun PKL saling berusaha untuk mendapatkan ruang bagi dirinya.
Latar Belakang
Penelitian ini ingin mengkaji mengenai pengalihfungsian kawasan pedestrian di kawasan labschool rawamangun. Pada awalnya kawasan ini difungsikan sebagai lahan atau tempat untuk memberikan ruang bagi pejalan kaki. Kawasan pedestarian di kawasan labschool rawamangun merupakan akses penting bagi pejalan kaki yang akan melalui area ini. Hal ini yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh para PKL untuk berjualan disana. Sehingga yang terjadi kemudian adalah penyalahgunaan trotoar tersebut oleh para PKL.
Sejak hampir 2 tahun terakhir tepatnya tahun 2008 kawasan pedestrian ini semakin ramai dipenuhi oleh para PKL. Hal ini membuat para pejalan kaki semakin kekurangan ruang untuk berjalan kaki. Dengan adanya para PKL ini, tentunya berpengaruh besar bagi perubahan di sekitar kawasan pedestrian Labschool Rawamangun. Kawasan yang semula hanya digunakan untuk para pejalan kaki, kini bisa menghasilkan sesuatu yang lebih berarti yaitu peningkatan ekonomi bagi para PKL.
Tema ini menarik untuk diteliti karena seperti kita ketahui pada daerah perkotaan lahan seakan menjadi sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Seperti yang terjadi pada kawasan pejalan kaki ini. Pengalihfungsian trotoar menjadi tempat berjualan para PKL. Sedangakan pejalan kaki membutuhkan kenyamanan dan keamanan dalan trotoar tersebut.
Seperti menurut Pline 1982 akomodasi untuk pejalan kaki (Pline, 1982) adalah sesuatu sangat penting pada suatau perencanaan dan perancangan dalam wilayah perkotaan. Pejalan kaki paling banyak membutuhkan kemanan, lebih-lebih lagi pada wilayah tempat tinggal dimana anak-anak bermain. Faktor-fakor kenyamanan seperti kapasitas atau tingkat pelyanan merupakan faktor yang perlu selalu dimasukan kedalam perencanaan untuk pejalan kaki.[1] Sehingga tidak seharusnya kawasan pedestrian itu di alihfungsikan menjadi tempat berjualan oleh para PKL. Karena ketika trotoar ini beralihfungsi menjadi tempat berjualan PKL ruang yang seharusnya untuk pejalan kaki pun semakin bekurang hingga mereka tidak dapat memanfaatkan kawasan pedestrian ini dengan maksimal.
Tujuan dan sistematika penulisan
Tulisan ini bertujuan pertama, untuk mengetahui fakor penyebab penyalahgunaan fungsi lahan trotoar sebagai area PKL. Kedua adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika yang terjadi pada ruang perkotaan di dalam trotoar yang menjadi kawasan pedestrian ini.
Secara garis besar tulisan ini akan membahas tentang beberapa hal. Pertama, pengantar yang menjelaskan tentang bagaimana kawasan pedestrian yang berada di jalan pemuda tepatnya kawasan labschool rawamangun. Dalam hal ini akan dijelaskan tentang pengalihfungsian kawasan pedestrian oleh PKL. Kedua, kerangka teoriti menjelaskan tentang kajian teoritis tentang alih fungsi lahan kota. Dalam hal ini akan dijelaskan teori yang terkait dengan topik yang diambil pada tulisan ini. Ketiga, deskripsi lokasi yang akan menggambarkan bagaimana keadaan kawasan pedestrian dan PKL di jalan pemuda kawasan labschool rawamangun. Keempat, menjelaskan tentang tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui faktor penyebab penyalahgunaan lahan trotoar oleh PKL. Kelima,akan menjelaskan tentang dinamika ruang perkotaan yang terjadi di trotoar tersebut. Keenam, penutup pada bagian ini penulis akan menyajikan intisari dari penulisan dan sikap penulis terhadap permasalahan ini.
Kerangka teoritik
Dalam kota modern ruang yang berada dalam suatu lahan dilihat sebagai sesuatu yang sangat penting bagi orang-orang perkotaan. Sehingga setiap individu berusaha untuk mendapatkan ruang untuknya sendiri. Kota dalam pandangan Harvey adalah produk dari konsentrasi dan sirkulasi capital.[2] Dimana didalamnya setiap orang/individu berusaha memonopoli lahan atau ruang demi kepentingan pribadinya. Akibatnya terjadilah pengalihfungsian lahan oleh individu demi memenuhi setiap kebutuhan individu. Kemudian di dalam kota modern juga terdapat konflik inheren dan kontradiksi selain Kapital didalamnya. Dalam hal ini kawasan pedestrian di kawasan labschool rawamangun pun merupakan wujud dari produk kapitalisme dalam ruang. Setiap individu yang menggunakan fasilitas trotoar ini berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akan ruang baik sebagai pejalan kaki maupun sebagai PKL.
Setiap teori umum kota entah bagaimana harus terkait proses sosial di kota dalam bentuk spasial yang mengasumsikan kota kita harus menghubungkan perilaku sosial dengan cara di mana kota mengasumsikan geografi tertentu, suatu bentuk spasial tertentu. kita harus mengakui bahwa sekali bentuk spasial tertentu diciptakan cenderung untuk melembagakan dan dalam beberapa hal, untuk menentukan pembangunan masa depan proses sosial.[3] Berubah fungsinya kawasan pedestrian ini berarti turut pula mengubah proses sosial yang ada pada kawasan tersebut. Adanya sistem kapitalisme ini membuktikan bahwa ruang dan lahan memang menjadi sesuatu yang sangat penting di perkotaan.
Deskripsi lokasi
Kawasan trotoar ini terletak di jalan pemuda tepatnya didepan labschool rawamangun. area ini berbentuk jalanan trotoar lurus panjangnya sekitar kurang lebih 25 meter dengan lebar trotoar 3-5 meter. Lokasi ini dimulai persis dari depan gerbang labschool sampai dengan tangga menuju halte busway UNJ. Fasilitas umum yang ada di area pedestrian ini yaitu telepon umum koin dan halte bus UNJ. Di kawasan pejalan kaki ini terdapat banyak PKL yang mayoritas menjual makanan dan alat tulis. Kawasan ini ditumbuhi oleh pohon bringin disisi kiri bahu jalan sehingga menimbulkan kesan asri pada daerah ini.
Gambar 1.1
Jalan pemuda lokasi kawasan pedestrian
Sumber : www.mapsgoogle.com
Kawasan pedestarian ini dapat ditempuh dengan menggunakan alat transportasi transjakarta untuk rute pulogadung-dukuh atas dan berhenti di shelter UNJ. Setelah keluar dari shelter UNJ kita ambil arah kanan menuju jalur UNJ, setelah turun dari jembatan busway anda akan menemukan jalur trotoar yang terhubung langsung dengan jembatan busway. Jalur trotoar inilah yang disebut kawasan pedestarian labschool rawamangun. selain itu jalur ini pun dapat ditempuh dengan menggunakan metro mini 47 jurusan pondok kopi-senen. Anda bisa berhenti di depan labschool rawamangun. maka anda aka terhubung langsung dengan kawasan pejalan kaki ini. Atau anda pun dapat menempuh jalur ini dengan menggunakan bus mayasari 57 jurusan pulo gadung-blok M dan berhenti di depan labschool rawamangun, anda akan menemukan kawasan pejalan kaki ini.
Faktor Penyebab Penyalahgunaan Fungsi Lahan Trotoar Sebagai Arena PKL
Gambar 1.2
Bagan Faktor penyebab penyalahgunaan rotoar oleh PKL
Sumber : Dokumentasi Penulis (2010)
Dari skema diatas kita bisa melihat bahwa penyalahgunaan fungsi lahan trotoar sebagai arena PKL yang terjadi di area labschool rawamangun ini. Pertama, karena faktor geografis. Letaknya yang strategis yaitu berada di tepi jalan serta di antara sekolah Labschool dan Universitas negeri Jakarta membuat area trotoar ini selalu ramai dilalui banyak orang. Hal ini membuat para PKL dengan semangat menjajakan dagangannya,para PKL itu mengaku jika mereka berjualan di kawasan pedestrian ini omset penjualan mereka meningkat dibandingkan jika mereka berjualan ditempat lain. Seperti yang dikatakan oleh bapak ahmad (42 tahun) seorang pedagang cimol.
“saya jualan disini udah dari tahun 2003. Saya seneng jualan disini, abis rame neng banyak anak sekolah sama mahasiswanya belum lagi orang-orang yang lewat buat nunggu bis di halte. lumayan lah di banding saya harus jualan ngider-ngider lebih baik jualan disini aja. Udah gitu sama pedagang yang laen juga akrab jadi betah jualan disininya.”[4]
Dari pernyataan di atas, kita bisa mengetahui bahwa faktor geografis yang ada di area trotoar tersebut membuat para PKL nyaman untuk berjualan disana. Demi memenuhi kebutuhan hidupnya para PKL memilih untuk berjualan di area ini dibandingkan jika harus berjualan ditempat lain. Hal ini seperti dalam studi Harvey mengenai kota. Harvey mendefinisikan kota sebagai sebuah sistem perkotaan yang terdiri dari distribusi geografisnya yang menghasilkan ekonomi, sosial, psikologis dan makna simbolik.[5] Pandangan Harvey mengenai kota ini dapat kita lihat dalam kasus penyalahgunaan trotoar oleh PKL ini. PKL melihat bahwa area trotoar yang ada dan secara geografis merupakan tempat yang strategis akhirnya dimanfaatkan oleh para PKL ini dengan berusaa mendominasi area trotoar demi memenuhi kepentingannya. Yaitu untuk meningkatkan taraf perekonomian mereka.
Keadaan trotoar yang penuh dengan PKL ini sangat berbanding terbalik ketika kita melihat area trotoar ini di hari libur seperti sabtu ataupun minggu. Tidak banyak para PKL yang berjualan ditempat ini. Hal ini dikarenakan pada hari libur seperti sabtu dan minggu kawasan pedestrian ini tidak banyak dilalui oleh banyak orang khususnya para pelajar sekolah Labschool Rawamangun amupun orang-orang yang melewati kawasan ini. Hanya terlihat satu atau dua PKL yang masih tetap berjualan pada hari libur ini. Sehingga kawasan pedestrian ini benar-benar telihat sepi dan terlihat lebih rapi seperti kawasan pedestrian bagaimana seharusnya.
Yang kedua, yaitu lemahnya penegakan peraturan mengenai penyalahgunaan trotoar ini. Kawasan pedestrian merupakan kawasan yang di fungsikan untuk para pejalan kaki. Namun kini kawasan itu telah berubah fungsi menjadi arena berjualan bagi para PKL. Para PKL seringkali mereka menjejali bahu-bahu jalan trotoar dan di setiap emperan untuk menawarkan barang dagangannya. Namun, ketika razia datang, pedagang harus pontang-panting meninggalkan lokasi berjualan. Hal ini dikarenakan keberadaan mereka seringkali dianggap mengganggu keindahan kota dan mengganggu kenyamanan para pejalan kaki. Hal ini yang terjadi pada kawasan pedestrian labschool rawamangun.
Gambar 1.3
Keadaan Kawasan Pedestrian Labschool Rawamangun
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2010)
Dari Foto diatas terlihat para PKL yang berjualan di area trotoar tanpa memperduikan peraturan yang ada. Padahal sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa pejalan kaki berhak untuk menggunakan trotoar. Seperti yang terlihat dalam UU NO 22 TAHUN 2009 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam pasal 131 yang berisi pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyebrangan dan fasilitas lain.[6] Peraturan ini semakin menegaskan hak pejalan kaki untuk menggunakan area trotoar. Dan kawasan pedestrian yang memang diperuntukkuan bagi pejalan kaki.
Namun sekali lagi peraturan hanya peraturan, pemerintah tidak pernah tegas dalam menangani kasus penyalahgunaan trotoar oleh PKL ini. Di kawasan pedestrian labschool rawamangun saja, sudah sempat beberapa kali terjadi rajia untuk menjaring para PKL itu namun tetap saja para PKL itu kembali berjualan disana. Operasi rajia itu hanya menjadi suatu kegiatan saja tanpa memberikan hasil. Kita juga tidak bisa menyalahkan PKL dalam kasus ini. Karena mereka hanya berusaha untuk mencoba meninkatkan tingkat ekonomi kehidupan mereka dengan memanfaatkan lahan dan kesempatan yang ada.
Dinamika ruang perkotaan di dalam trotoar
Gambar 1.4
Bagan Dinamika Ruang Perkotaan di Dalam Trotoar
Sumber : Dokumentasi Penulis (2010)
Setiap definisi mengenai modernisasi sedikit banyaknya tidak saja mencakup perubahan tetapi, lebih penting lagi mencakup pengertian mengenai efiensi meningkatknya interaksi antara manusia dan ruangan dan sangat majemuknya hubungan sosial.[7] Kota dipandang sebagai suatu obyek studi dimana di dalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat kompleks, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya.[8] Hal ini sesuai dengan kasus kawasan pedestarian labschool rawamangun. kita bisa melihat interaksi yang terjadi. Misalnya saja, interaksi yang terjadi antara sesama pedagang disana. Dimana para PKL telah menyesuaikan diri dengan lingkungan ia berjualan baik penyesuaian diri dengan sesama PKL disana ataupun dengan pejalan kaki.
Selain itu para pejalan kaki yang juga harus menyesuaikan diri dengan kehadiran para PKL ini ditengah-tengah lingkungannya. Banyaknya para PKL di kawasan trotoar ini membuktikan bahwa para PKL lebih mendominasi area tersebut dibandingkan dengan para pejalan kaki. Dominasi oleh individu syang kuat, kelompok, kelas atau fraksi yang mengatur dan menghasilkan ruang untuk menjalankan atau mengontrol nilai penggunaan atau kegiatan yang terjadi di sana memerlukan sarana yang sistem baru penggunaan lahan, transportasi, komunikasi dan organisasi muncul dengan dan melalui pengembangan pasar di tanah.[9] Para PKL lah yang kemudian menjadi kelompok yang mendominasi kawasan tersebut dan PKL yang lebih mengontrol bagaimana kegiatan yang terjadi di area itu. sperti menurut konsep Lefebvre (1974/1991:338) mengenai ruang sebagai alat kekuasaan menjelaskan bahwa pihak yang berkuasa selalu berusaha mengontrol ruang, apa-apa yang baru disini adalah bahwa kekuasaan berusaha mengontrol ruang secara menyeluruh. Jadi kelas penguasa menggunakan ruang abstrak sebagai alat kekuasaan untuk mendapatkan kontrol atas ruang yang semakin meluas.[10]Hal ini menjelaskan bahwa PKL yang menjadi pihak yang mendominasi kawasan pedestrian ini berusaha untuk mengontrol ruang yang ada secara keseluruhan demi kepentingan pribadinya.
Pendominasian PKL ini bukan tidak memunculkan konflik didalamnya. Tidak jarang antara PKL dengan pejalan kaki sering terlibat adu mulut akibat terlalu banyaknya PKL Sehingga membuat ruang untuk pejalan kaki menjadi semakin sempit. Seperti yang dikatakan oleh ahmad yasin (25 tahun) salah seorang pejalan kaki.
“ saya sering sebel kalo lewat jalan ini soalnya rame sama pedagang. Jadi lumayan susah kalo mau lewat apalagi kalo lagi buru-buru. Trotoar yang buat jalan kaki jadi sempit. Susah buat jalannya. Tapi kasihan sama pedagangnya juga, mereka kan cuman mau cari rejeki disini.jadi kita gak bisa menyalahkan pedagangnya juga.”[11]
Dari petikan wawancara diatas kita bisa ketahui bahwa para pejalan kaki kesulitan untuk. menggunakan haknya di trotoar ini. Pendominasian ruang atau lahan di daerah perkotaan ini sering terjadi. Konflik-konflik didalamnya pun tidak dapat dihindari. Hingga saat ini para PKL dan pejalan kaki di kawasan pedestrian labschool rawamangun masih mampu hidup berdampingan walaupun sesekali terlibat konflik. Walaupun pejalan kaki seringkali dibuat kesulitan untuk menggunakan fasilitas trotoar ini dengan kehadiran para PKL hingga tidak jarang menimbulkan konflik namun pejalan kaki tetap berusaha mengerti keadaaan PKL yang hanya berusaha untuk berjualan. Pemerintah setempat seharusnya dapat menyediakan suatu area tempat berjualan bagi para PKL ini agar para PKL ini tetap mampu berjualan tanpa melanggar peraturan dan memakai ruang bagi pejalan kaki. Sehingga pengalihfungsian lahan seperti yang terjadi pada kawasan pedestrian ini dapat dihindari.
Penutup
Lahan dalam perkotaan menjadi suatu hal yang sangat penting. Sehingga setiap individu berusaha untuk mendapatkan ruang dalam lahan bagi dirinya sendiri. Seperti yang kita lihat pada kawasan pedestrian atau kawasan pejalan kaki ini. dewasa ini, trotoar seringkali di salahgunakan khususnya oleh para PKL untuk menjual barang dagangannya. Kasus ini pula yang menimpa kawasan pedestrian labschool rawamangun. kawasan yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki ini sudah sejak lama dialihfungsikan oleh para PKL. Faktor penyebab terjadinya pengalihfungsian kawasan pedestrian ini adalah pertama letak geografis, letaknya yang strategis membuat para PKL lebih memilih untuk berjualan di area trotoar tersebut. yaitu berada di tepi jalan serta di antara sekolah labshool rawamangun dan universitas negeri Jakarta membuat area trotoar ini selalu ramai dilalui banyak orang.
Hal ini membuat para PKL dengan semangat menjajakan dagangannya, para PKL itu mengaku jika mereka berjualan di kawasan pedestrian ini omset penjualan mereka meningkat. Selain itu kedua, lemahnya penegakan peraturan mengenai hak pejalan kaki ini membuat PKL tidak menghiraukan peraturan yang ada. Padahal sudah jelas bahwa ada peraturan dan undang-undang yang melindungi hak-hak pejalan kaki. Dari kasus penyalahgunaan fungsi kawasan pedestrian labshool rawamangun yang terjadi, kita bisa melihat bahwa lahan yang kemudian memiliki ruang didalamnya menjadi suatu yang sangat penting khususnya bagi masyarakat perkotaan. Penyalahgunaan trotoar ini memperlihatkan bahwa kesadaran akan hak orang lain masih minim dalam masyarakat kita.
Kawasan pedestarian ini tidak hanya dilihat sebagai sebuah lahan yang diperebutkan oleh PKL maupun pejalan kaki. Namun didalamnya juga terdapat dinamika dalam ruang perkotaan. Setiap orang yang berada didalam kawasan pedestrian ini harus berusaha untuk saling menyesuaikan diri dengan yang lainnya. tidak hanya itu, dominasi yang ada pada kawasan pedestrian ini yang kemudian didominasi oleh kelompok PKL ternyata tidak jarang menimbulkan konflik. Para pejalan kaki tidak jarang terlibat adu mulut dengan PKL karena sempitnya ruang yang mereka miliki.
Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang di daerah perkotaan merupaka sesuatu yang sangat penting. Setiap orang berusaha untuk memonopoli ruang yang ada untuk kepentingannya sendiri hal ini yang kemudian disebut oleh Harvey ruang sebagai perwujudan kapitalisme. Permasalahan ini juga turut menimbulkan konflik, konflik yang terjadi karena perebutan ruang ini memperlihatkan bahwa ruang khususnya daerah perkotaan akan selalu menjadi suatu hal yang sangat penting. Penyalahgunaan trotoar ini memperlihatkan bahwa kesadaran akan hak oranglain masih minim dalam masyarakat kita. Namun kita tidak dapat menyalahkan PKL yang telah mempergunakan kawasan pedestrian ini demi kepentingan pribadinya karena para PKL itu hanya berusaha untuk meningkatkan taraf ekonomi kehidupan mereka dengan memanfaatkan kesempatan yang ada.
Gambar 1.5
Bagan Antara Kawasan Pedestrian dan PKL
Studi di Kawasan Labschool Rawamangun
Sumber : Pengamatan Penelitian Lapangan 2010
Dari Bagan diatas dapat dilihat bahwa kawasan pedestrian di kawasan Labschool Rawamangun dialihfungsikan oleh PKL dikarenakan lemahnya penegakan peraturan pemerintah mengenai hak pejalan kaki pada area trotoar. Kawasan pedestrian memiliki letak yang strategi yaitu berada di antara dua institusi pendidikan yaitu Labschool Rawamangun dan Universitas negeri Jakarta. selain itu kawasan ini sering dilalui oleh banyak orang yang akan mengunggu kendaraan umum seperti metromini. Letak strategis ini yang kemudian dimanfaatkan oleh para PKL untuk berjualan di area tersebut. Mereka merasa jika mereka berjualan di aera trotoar ini pendapatan mereka meningkat dibandingkan dnegan tempat lain. Hal ini akhirnya menimbulkan konflik antara PKL dan pejalan kaki yang disebabkan karena pejalan kaki merasa ruang yang seharusnya digunakan untuk mereka tapi kemudian dimanfaatkan oleh para PKL untuk meningkatkan taraf ekonimi demi kelangsungan hidup mereka. Konflik ini pun berlanjut dan tidak menghasilkan apapun. Hingga sampai tahun 2010 ini kawasan pedestrian tersebut masih didominasi oleh PKL.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George. Teori Sosiologi Modern Edisi-6.Jakarta : Kencana, 2008
Zieleniec Andrzej, Space and social theory : SAGE Publications, 2007
Djalili nasir, model hubungan parameter kecepatan-arus-kepadatan aliran pejalan kaki pada fasilitas pejalan kaki trotoar:FT-UI Jakarta, 1998
Myron Weiner, Modernisasi dinamika pertumbuhan: Gajah mada university press,1984
Sumber lain
http://diskominfo.kaltimprov.go.id/downlot.php?file=files/UU_22_2009.pdf yang diakses pada 23 oktober 2010 pukul 10.00 WIB
http://narasibumi.blog.uns.ac.id/ yang di akses pada 16 oktober 2010 pukul 19.00 WIB
[1] Nasir djalili, Model Hubungan Parameter Kecepatan – Arus – Kepadatan Aliran Pejalan Kaki Pada Fasilitas Pejalan Kaki Trotoar:FT-UI,1998,Jakarta,hlm 5
[2] Andrez Zieleniec, Space and social theory : SAGE Publications, 2007, hlm 99
[3] Ibid, hlm 101
[4] Wawancara dengan Bapak Ahmad (42 tahun), tanggal 22 Oktober 2010 pukul 15.30 WIB
[5] Zieleniec, Op. Cit, hlm 99.
[6] http://diskominfo.kaltimprov.go.id/downlot.php?file=files/UU_22_2009.pdf yang diakses pada 23 oktober 2010 pukul 10.00 WIB
[7] Myron Weiner, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Gajah Mada University Press,1984,hlm 71
[9] Zieleniec,Op.Cit hlm 120
[11] Wawancara dengan Saudara Ahmad Yasin (25 tahun) tanggal 18 Oktober 2010 pukul 17.00 WIB